Natuna (Samudranesia) – Indonesia merupakan negara yang memiliki nilai strategis dalam konteks geopolitik dan geostrategi kepentingan negara-negara besar di dunia. Sebagai sebuah negara non-blok, maka pendekatan hubungan internasional dengan negara-negara dunia lainnya adalah berdasarkan prinsip kemerdekaan dan kesetaraan sehingga pendekatannya selalu mengutamakan konsensus bersama.
Demikian juga dalam konteks keamanan maritim yang luas, Indonesia terus mendorong kesepakatan bersama dan kesepahaman dalam cara pandang terhadap domain keamanan maritim. Indonesia senantiasa mendorong langkah dan upaya untuk turut menciptakan keamanan maritim yang kondusif sehingga dapat mendukung aktivitas perekonomian nasional, regional dan bahkan global.
Indonesia mengambil peran sentral dalam mendorong agar IUUF dapat ditetapkan sebagai kejahatan transnational mengingat dampak luas yang ditimbulkan . Demikian juga dalam konteks regional khususnya permasalahan di laut china selatan, Indonesia menjadi salah satu pelopor declaration of conduct dan secara tegas mendukung keputusan Permanent Court of Arbitration sebagaimana ditegaskan kembali oleh permanent mission Indonesia untuk PBB dalam surat yang disampaikan pada tanggal 26 Mei 2020.
Sikap Indonesia ini menunjukkan keseriusan Indonesia terhadap meningkatnya eskalasi di laut China Selatan belakangan ini yang dipicu dengan sikap asertif china dalam bentuk implementasi kegiatan-kegiatan yang cenderung provokatif di laut china selatan seperti Blue Sea Campaign 2020, pelarangan penangkapan ikan di Paracel, penetapan 2 distrik dan penamaan 80 gugusan pulau karang dan fitur lainnya di Laut China Selatan. Permasalahan di Laut China Selatan memiliki potensi konflik dengan Indonesia, bukan dalam konteks batas wilayah teritorial tetapi dalam konteks wilayah yurisdiksi pengelolaan sumber daya alam.
Kondisi ini juga menambah rumit permasalahan batas di Laut Natuna Utara yang masih belum selesai dengan Vietnam. Indonesia dan Vietnam saat ini sedang menyelesaikan persoalan overlapping claim ZEE di Laut Natuna Utara. Dalam kondisi ini, seharusnya kedua pihak menahan diri dengan tidak melakukan kegiatan apapun, tetapi pada kenyataannya, saat ini kapal pemerintah Vietnam yaitu kapal pengawas perikanan dan kapal coast guard-nya selalu hadir bersama dengan kapal ikan Vietnam di wilayah tersebut.
Kemampuan hadir 24/7 (setiap saat) ini belum mampu diimbangi oleh aparat penegak hukum Indonesia baik oleh TNI AL, KKP dan Bakamla yang memiliki kewenangan berdasarkan wilayah yurisdiksi nasional di ZEEI. Ini tentu berdampak pada turunnya daya gentar (deterrence effect) penegakan hukum di Laut Natuna Utara sehingga berpotensi meningkatkan IUU Fishing oleh kapal-kapal ikan asing vietnam dan bahkan kapal ikan China.
Sumber daya perikanan di Laut Natuna Utara berpotensi besar untuk tidak dinikmati oleh Indonesia, selain karena IUUF juga karena tidak dapat hadirnya kapal ikan Indonesia sendiri di wilayah tersebut. Kapal ikan Indonesia yang berasal dari Natuna tidak memiliki kapasitas yang mumpuni untuk melakukan eksploitasi perikanan di LNU, karena rata-rata kapal ikan lokal dari natuna berukuran kecil sekitar 5-10 GT dan menangkap ikan hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat nelayan setempat. Perlu strategi dan insentif untuk mendorong eksloitasi dan kehadiran kapal ikan indonesia di natuna, dan perlu strategi dan kolaborasi untuk mendorong peningkatan kehadiran simbol negara berupa aparat penegak hukum di laut Natuna Utara. (Tyo)
Article Link: http://samudranesia.id/jaga-laut-natuna-utara-bakamla-stand-by-24-jam/