
Jakarta (Samudranesia) – Kewajiban kapal berbendera Indonesia yang berlayar di perairan Indonesia merupakan substansi dari penerapan Azas Cabotage. Tujuan pemerintah menerapkan Azas Cabotage ini adalah untuk menjadikan kapal-kapal berbendera Indonesia sebagai raja di perairan lautnya sendiri.
Selain itu, dengan lahirnya Azas Cabotage ini, diharapkan pelayaran di Indonesia menjadi semakin baik dan kondusif. Sehingga tidak ada lagi pihak asing yang ikut berperan dalam industri pelayaran Indonesia.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran merupakan awal dari lahirnya prinsip Azas Cabotage di Indonesia. Lahirnya prinsip Asas Cabotage tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 pasal 8, yaitu: (1) Kegiatan angkutan laut dalam negeri dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia serta diawaki oleh Awak Kapal berkewarganegaraan Indonesia. (2) Kapal asing dilarang mengangkut penumpang dan/atau barang antarpulau atau antar pelabuhan di wilayah perairan Indonesia.
Sudah seharusnya segala peraturan terkait pelayaran di Indonesia harus berpangkal dan mengacu pada UU Pelayaran. Namun pada tahun 2018 pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan telah mengeluarkan Permenhub No.92 tahun 2018 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Persetujuan Penggunaan Kapal Asing untuk Kegiatan lain yang tidak Mengangkut Penumpang dan/atau Barang dalam Kegiatan Angkutan Laut Dalam Negeri.
Indonesia National Shipowners Asociation (INSA) mengingatkan pemerintah bahwa Pasal 16 Permenhub No.92 tahun 2018 berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum karena tidak sesuai dengan UU No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran, khususnya pasal 341 dan Pasal 8. Hal itu sesuai dengan tuntutan INSA yang tertera dalam artikel Buletin INSA Edisi 39/VI/2018, November 2018,
Bunyi Pasal 16 Permenhub No.92 tahun 2018 adalah: Kapal asing yang saat ini melakukan kegiatan angkutan laut dalam negeri yang kontrak kerjanya telah ada sebelum ditetapkannya UU No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, dapat diberikan diskresi persetujuan penggunaan kapal asing sampai dengan berakhirnya jangka waktu kontrak.
INSA telah melakukan kajian hukum yang telah disampaikan kepada Kemenhub melalui suratnya No. DPP-SRT-XI/18/108 tertanggal 9 Mei 2019 perihal Penyampaian Kajian Hukum terhadap Pasal 16 Permenhub No.92 tahun 2018. Dalam suratnya, INSA meminta Pemerintah merevisi Pasal 16 untuk disesuaikan dengan pasal 341 dan Pasal 8 UU No.17 tahun 2018 tentang Pelayaran.
Bunyi Pasal 341 adalah sebagai berikut: Kapal asing yang saat ini masih melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri tetap dapat melakukan kegiatannya paling lama tiga tahun sejak UU pelayaran diberlakukan.
Akan tetapi, INSA sangat menyesalkan karena dalam revisi tersebut, pemerintah tidak memperbaiki pasal 16 Permenhub No.92 tahun 2018. Sebaliknya pemerintah menambah satu pasal di antara pasal 16 dan 17 dengan pasal 16A yang juga ternyata melanggar pasal 341 dan pasal 8 UU No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran.
Pasal 16A Permenhub No.46 tahun 2019 berbunyi sebagai berikut: Kapal asing untuk melakukan kegiatan lain yang tidak termasuk kegiatan angkutan laut dalam negeri selain terhadap jenis dan spesifikasi untuk kegiatan pengeboran yang memiliki kontrak lebih dari dua tahun sejak berlakunya Permenhub ini harus berbendera Indonesia.
Ketua Umum INSA Johnson W. Sutjipto mengatakan keberadaan pasal 16 maupun pasal 16A Permenhub No.46 tahun 2019 menjadi ancaman UU Cabotage yakni UU No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran. Kedua pasal tersebut harus direvisi untuk disesuaikan dengan ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi. (Tyo)
Article Link : http://samudranesia.id/ada-pasal-dalam-permenhub-no-92-2018-yang-mengancam-azas-cabotage/